BAGAN ALUR PEMBUATAN HAK CIPTA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2002
TENTANG
HAK CIPTA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
NOMOR 19 TAHUN 2002
TENTANG
HAK CIPTA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
|
a. bahwa Indonesia adalah negara yang
memiliki keanekaragaman etnik/suku bangsa dan budaya serta kekayaan di bidang
seni dan sastra dengan pengembangan pengembangannya yang memerlukan
perlindungan Hak Cipta terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari
keanekaragaman tersebut;
b. bahwa Indonesia telah menjadi anggota
berbagai konvensi/perjanjian internasional di bidang hak kekayaan intelektual
pada umumnya dan Hak Cipta pada khususnya yang memerlukan pengejawantahan
lebih lanjut dalam sistem hukum nasionalnya;
c. bahwa perkembangan di bidang
perdagangan, industri, dan investasi telah sedemikian pesat sehingga
memerlukan peningkatan perlindungan bagi Pencipta dan Pemilik Hak Terkait
dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas;
d. bahwa dengan memperhatikan pengalaman
dalam melaksanakan Undang undang Hak Cipta yang ada, dipandang perlu untuk
menetapkan Undang undang Hak Cipta yang baru menggantikan Undang undang Nomor
6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang undang
Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undang undang Nomor 12 Tahun
1997;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana tersebut dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, dibutuhkan
Undang undang tentang Hak Cipta;
|
Mengingat:
|
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1),
Pasal 28 C ayat (1), dan Pasal 33 Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang undang Nomor 7 Tahun 1994
tentang PengesahanAgreement Establishing the World Trade Organization(Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994
Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);
|
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
|
UNDANG UNDANG TENTANG HAK CIPTA.
|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi
Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya
atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pencipta adalah seorang atau beberapa
orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan
berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau
keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
3. Ciptaan adalah hasil setiap karya
Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni,
atau sastra.
4. Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta
sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari
Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang
menerima hak tersebut.
5. Pengumuman adalah pembacaan,
penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu Ciptaan
dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media internet, atau melakukan
dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau
dilihat orang lain.
6. Perbanyakan adalah penambahan jumlah
sesuatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat
substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama,
termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
7. Potret adalah gambar dari wajah orang
yang digambarkan, baik bersama bagian tubuh lainnya ataupun tidak, yang
diciptakan dengan cara dan alat apa pun.
8. Program Komputer adalah sekumpulan
instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk
lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer
akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau
untuk mencapai hasil yang
|
khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi instruksi tersebut.
9. Hak Terkait adalah hak yang berkaitan
dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau
menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak
atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya; dan bagi Lembaga
Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya.
10. Pelaku adalah aktor, penyanyi,
pemusik, penari, atau mereka yang menampilkan, memperagakan, mempertunjukkan,
menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, atau memainkan suatu karya musik,
drama, tari, sastra, folklor, atau karya seni lainnya.
11. Produser Rekaman Suara adalah orang
atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk
melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman dari suatu
pertunjukan maupun perekaman suara atau perekaman bunyi lainnya.
12. Lembaga Penyiaran adalah organisasi
penyelenggara siaran yang berbentuk badan hukum, yang melakukan penyiaran
atas suatu karya siaran dengan menggunakan transmisi dengan atau tanpa kabel
atau melalui sistem elektromagnetik.
13. Permohonan adalah Permohonan
pendaftaran Ciptaan yang diajukan oleh pemohon kepada Direktorat Jenderal.
14. Lisensi adalah izin yang diberikan
oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk
mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya
dengan persyaratan tertentu.
15. Kuasa adalah konsultan Hak Kekayaan
Intelektual sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-undang ini.
16. Menteri adalah Menteri yang
membawahkan departemen yang salah satu lingkup tugas dan tanggung jawabnya
meliputi pembinaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Hak Cipta.
17. Direktorat Jenderal adalah Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah departemen yang
dipimpin oleh Menteri.
|
BAB II
LINGKUP HAK CIPTA
Bagian Pertama
Fungsi dan Sifat Hak Cipta
Pasal 2
1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak
Ciptaannya, yang timbul secara
|
otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas
karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin
atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan
tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
|
Pasal 3
1. Hak Cipta dianggap sebagai benda
bergerak.
2. Hak Cipta dapat beralih atau
dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena:
a. Pewarisan;
b. Hibah;
c. Wasiat;
d. Perjanjian tertulis; atau
e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh
peraturan perundang-undangan.
|
Pasal 4
1. Hak Cipta yang dimiliki oleh Pencipta,
yang setelah Penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau
milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali
jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
2. Hak Cipta yang tidak atau belum
diumumkan yang setelah Penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli
warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak dapat
disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
|
Bagian Kedua
Pencipta
Pasal 5
1. Kecuali terbukti sebaliknya, yang
dianggap sebagai Pencipta adalah:
a. orang yang namanya terdaftar dalam
Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal; atau
b. orang yang namanya disebut dalam
Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan.
2. Kecuali terbukti sebaliknya, pada
ceramah yang tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan
siapa Penciptanya, orang yang berceramah dianggap sebagai Pencipta ceramah
tersebut.
|
Pasal 6
Jika suatu Ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang
diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai Pencipta ialah
orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan itu, atau
dalam hal tidak ada orang tersebut, yang dianggap sebagai Pencipta adalah
orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi Hak Cipta masing-masing atas
bagian Ciptaannya itu.
|
Pasal 7
Jika suatu Ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan
oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang,
Penciptanya adalah orang yang merancang Ciptaan itu.
|
Pasal 8
1. Jika suatu Ciptaan dibuat dalam
hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, Pemegang Hak
Cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya Ciptaan itu dikerjakan,
kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak
Pencipta apabila penggunaan Ciptaan itu diperluas sampai ke luar hubungan
dinas.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berlaku pula bagi Ciptaan yang dibuat pihak lain berdasarkan pesanan
yang dilakukan dalam hubungan dinas.
3. Jika suatu Ciptaan dibuat dalam
hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu
dianggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila
diperjanjikan lain antara kedua pihak.
|
Pasal 9
Jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa Ciptaan berasal dari padanya
dengan tidak menyebut seseorang sebagai Penciptanya, badan hukum tersebut
dianggap sebagai Penciptanya, kecuali jika terbukti sebaliknya.
|
Bagian Ketiga
Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui
Pasal 10
1. Negara memegang Hak Cipta atas karya
peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya.
2. Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan
hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat,
dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian,
kaligrafi, dan karya seni lainnya.
3. Untuk mengumumkan atau memperbanyak
Ciptaan tersebut pada ayat (2), orang yang bukan warga negara Indonesia harus
terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam masalah
tersebut.
|
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak
Cipta yang dipegang oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 11
1. Jika suatu Ciptaan tidak diketahui
Penciptanya dan Ciptaan itu belum diterbitkan, Negara memegang Hak Cipta atas
Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.
2. Jika suatu Ciptaan telah diterbitkan
tetapi tidak diketahui Penciptanya atau pada Ciptaan tersebut hanya tertera
nama samaran Penciptanya, Penerbit memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut
untuk kepentingan Penciptanya.
3. Jika suatu Ciptaan telah diterbitkan
tetapi tidak diketahui Penciptanya dan/atau Penerbitnya, Negara memegang Hak
Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.
|
Bagian Keempat
Ciptaan yang Dilindungi
Pasal 12
1. Dalam Undang undang ini Ciptaan yang
dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra,
yang mencakup:
a. buku, Program Komputer, pamflet,
perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil
karya tulis lain;
b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan
lain yang sejenis dengan itu;
c. alat peraga yang dibuat untuk
kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d. lagu atau musik dengan atau tanpa
teks;
e. drama atau drama musikal, tari,
koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f. seni rupa dalam segala bentuk seperti
seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung,
kolase, dan seni terapan;
g. arsitektur;
h. peta;
i. seni batik;
j. fotografi;
k. sinematografi;
l. terjemahan, tafsir, saduran, bunga
rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
2. Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam
huruf l dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak
Cipta atas Ciptaan asli.
3. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2), termasuk juga semua Ciptaan yang tidak atau belum
diumumkan, tetapi sudah
|
merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan Perbanyakan
hasil karya itu.
|
Pasal 13
Tidak ada Hak Cipta atas:
a. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga
Negara;
b. peraturan perundang-undangan;
c. pidato kenegaraan atau pidato pejabat
Pemerintah;
d. putusan pengadilan atau penetapan
hakim; atau
e. keputusan badan arbitrase atau
keputusan badan-badan sejenis lainnya.
|
Bagian Kelima
Pembatasan Hak Cipta
Pasal 14
Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. Pengumuman dan/atau Perbanyakan
lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli;
b. Pengumuman dan/atau Perbanyakan segala
sesuatu yang diumumkan dan/atau diperbanyak oleh atau atas nama Pemerintah,
kecuali apabila Hak Cipta itu dinyatakan dilindungi, baik dengan peraturan
perundang-undangan maupun dengan pernyataan pada Ciptaan itu sendiri atau
ketika Ciptaan itu diumumkan dan/atau diperbanyak; atau
c. Pengambilan berita aktual baik
seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan surat
kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan
secara lengkap.
|
Pasal 15
Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak
dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. penggunaan Ciptaan pihak lain untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari Pencipta;
b. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik
seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar
Pengadilan;
c. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik
seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
i.
ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
atau
|
ii.
pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan
tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
d. Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para
tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial;
e. Perbanyakan suatu Ciptaan selain
Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses
yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan,
dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata mata untuk keperluan
aktivitasnya;
f. perubahan yang dilakukan berdasarkan
pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan
bangunan;
g. pembuatan salinan cadangan suatu
Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata mata
untuk digunakan sendiri.
|
Pasal 16
1. Untuk kepentingan pendidikan, ilmu
pengetahuan, serta kegiatan penelitian dan pengembangan, terhadap Ciptaan
dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra, Menteri setelah mendengar
pertimbangan Dewan Hak Cipta dapat:
a. mewajibkan Pemegang Hak Cipta untuk
melaksanakan sendiri penerjemahan dan/atau Perbanyakan Ciptaan tersebut di
wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan;
b. mewajibkan Pemegang Hak Cipta yang
bersangkutan untuk memberikan izin kepada pihak lain untuk menerjemahkan
dan/atau memperbanyak Ciptaan tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia
dalam waktu yang ditentukan dalam hal Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan
tidak melaksanakan sendiri atau melaksanakan sendiri kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam huruf a;
c. menunjuk pihak lain untuk melakukan
penerjemahan dan/atau Perbanyakan Ciptaan tersebut dalam hal Pemegang Hak
Cipta tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
2. Kewajiban untuk menerjemahkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah lewat jangka waktu 3 (tiga)
tahun sejak diterbitkannya Ciptaan di bidang ilmu pengetahuan dan sastra
selama karya tersebut belum pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
3. Kewajiban untuk memperbanyak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah lewat jangka waktu:
a. 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya
buku di bidang matematika dan ilmu pengetahuan alam dan buku itu belum pernah
diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia;
b. 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya
buku di bidang ilmu sosial dan buku itu belum pernah diperbanyak di wilayah
Negara Republik Indonesia;
|
c. 7 (tujuh) tahun sejak diumumkannya
buku di bidang seni dan sastra dan buku itu belum pernah diperbanyak di
wilayah Negara Republik Indonesia.
4. Penerjemahan atau Perbanyakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan untuk pemakaian di
dalam wilayah Negara Republik Indonesia dan tidak untuk diekspor ke wilayah
Negara lain.
5. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c disertai pemberian imbalan yang
besarnya ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
6. Ketentuan tentang tata cara pengajuan
Permohonan untuk menerjemahkan dan/atau memperbanyak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Presiden.
|
Pasal 17
Pemerintah melarang Pengumuman setiap Ciptaan yang bertentangan dengan
kebijaksanaan Pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan Negara,
kesusilaan, serta ketertiban umum setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak
Cipta.
|
Pasal 18
1. Pengumuman suatu Ciptaan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah untuk kepentingan nasional melalui radio,
televisi dan/atau sarana lain dapat dilakukan dengan tidak meminta izin
kepada Pemegang Hak Cipta dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang
wajar dari Pemegang Hak Cipta, dan kepada Pemegang Hak Cipta diberikan
imbalan yang layak.
2. Lembaga Penyiaran yang mengumumkan
Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang mengabadikan Ciptaan itu
semata-mata untuk Lembaga Penyiaran itu sendiri dengan ketentuan bahwa untuk
penyiaran selanjutnya, Lembaga Penyiaran tersebut harus memberikan imbalan
yang layak kepada Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan.
|
Bagian Keenam
Hak Cipta atas Potret
Pasal 19
1. Untuk memperbanyak atau mengumumkan
Ciptaannya, Pemegang Hak Cipta atas Potret seseorang harus terlebih dahulu
mendapatkan izin dari orang yang dipotret, atau izin ahli warisnya dalam
jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah orang yang dipotret meninggal dunia.
2. Jika suatu Potret memuat gambar 2
(dua) orang atau lebih, untuk Perbanyakan atau Pengumuman setiap orang yang
dipotret, apabila Pengumuman atau Perbanyakan itu memuat juga orang lain
dalam Potret itu, Pemegang Hak Cipta harus terlebih dahulu mendapatkan izin
dari setiap
|
orang dalam Potret itu, atau izin ahli waris masing-masing dalam jangka
waktu 10 (sepuluh) tahun setelah yang dipotret meninggal dunia.
3. Ketentuan dalam Pasal ini hanya
berlaku terhadap Potret yang dibuat:
a. atas permintaan sendiri dari orang
yang dipotret;
b. atas permintaan yang dilakukan atas
nama orang yang dipotret; atau
c. untuk kepentingan orang yang dipotret.
|
Pasal 20
Pemegang Hak Cipta atas Potret tidak boleh mengumumkan potret yang
dibuat:
a. tanpa persetujuan dari orang yang
dipotret;
b. tanpa persetujuan orang lain atas nama
yang dipotret; atau
c. tidak untuk kepentingan yang dipotret,
apabila Pengumuman itu bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari
orang yang dipotret, atau dari salah seorang ahli warisnya apabila orang yang
dipotret sudah meninggal dunia.
|
Pasal 21
Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta, pemotretan untuk diumumkan
atas seorang Pelaku atau lebih dalam suatu pertunjukan umum walaupun yang
bersifat komersial, kecuali dinyatakan lain oleh orang yang berkepentingan.
|
Pasal 22
Untuk kepentingan keamanan umum dan/atau untuk keperluan proses peradilan
pidana, Potret seseorang dalam keadaan bagaimanapun juga dapat diperbanyak
dan diumumkan oleh instansi yang berwenang.
|
Pasal 23
Kecuali terdapat persetujuan lain antara Pemegang Hak Cipta dan pemilik
Ciptaan fotografi, seni lukis, gambar, arsitektur, seni pahat dan/atau hasil
seni lain, pemilik berhak tanpa persetujuan Pemegang Hak Cipta untuk
mempertunjukkan Ciptaan di dalam suatu pameran untuk umum atau memperbanyaknya
dalam satu katalog tanpa mengurangi ketentuan Pasal 19 dan Pasal 20 apabila
hasil karya seni tersebut berupa Potret.
|
Bagian Ketujuh
Hak Moral
Pasal 24
1. Pencipta atau ahli warisnya berhak
menuntut Pemegang Hak Cipta supaya nama Pencipta tetap dicantumkan dalam
Ciptaannya.
|
2. Suatu Ciptaan tidak boleh diubah
walaupun Hak Ciptanya telah diserahkan kepada pihak lain, kecuali dengan
persetujuan Pencipta atau dengan persetujuan ahli warisnya dalam hal Pencipta
telah meninggal dunia.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berlaku juga terhadap perubahan judul dan anak judul Ciptaan,
pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran Pencipta.
4. Pencipta tetap berhak mengadakan
perubahan pada Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat.
|
Pasal 25
1. Informasi elektronik tentang informasi
manajemen hak Pencipta tidak boleh ditiadakan atau diubah.
2. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 26
1. Hak Cipta atas suatu Ciptaan tetap
berada di tangan Pencipta selama kepada pembeli Ciptaan itu tidak diserahkan
seluruh Hak Cipta dari Pencipta itu.
2. Hak Cipta yang dijual untuk seluruh
atau sebagian tidak dapat dijual untuk kedua kalinya oleh penjual yang sama.
3. Dalam hal timbul sengketa antara
beberapa pembeli Hak Cipta yang sama atas suatu Ciptaan, perlindungan
diberikan kepada pembeli yang lebih dahulu memperoleh Hak Cipta itu.
|
Bagian Kedelapan
Sarana Kontrol Teknologi
Pasal 27
Kecuali atas izin Pencipta, sarana kontrol teknologi sebagai pengaman hak
Pencipta tidak diperbolehkan dirusak, ditiadakan, atau dibuat tidak
berfungsi.
|
Pasal 28
1. Ciptaan ciptaan yang menggunakan
sarana produksi berteknologi tinggi, khususnya di bidang cakram optik (optical
disc), wajib memenuhi semua peraturan perizinan dan persyaratan produksi
yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana
produksi berteknologi tinggi yang memproduksi cakram optik sebagaimana diatur
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
|
BAB III
MASA BERLAKU HAK CIPTA
Pasal 29
1. Hak Cipta atas Ciptaan:
a. buku, pamflet, dan semua hasil karya
tulis lain;
b. drama atau drama musikal, tari,
koreografi;
c. segala bentuk seni rupa, seperti seni
lukis, seni pahat, dan seni patung;
d. seni batik;
e. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
f. arsitektur;
g. ceramah, kuliah, pidato dan Ciptaan
sejenis lain;
h. alat peraga;
i. peta;
j. terjemahan, tafsir, saduran, dan bunga
rampai,
berlaku selama hidup Pencipta dan
terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal
dunia.
2. Untuk Ciptaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, Hak Cipta berlaku
selama hidup Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung
hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya.
|
Pasal 30
1. Hak Cipta atas Ciptaan:
a. Program Komputer;
b. sinematografi;
c. fotografi;
d. database; dan
e. karya hasil pengalihwujudan,
berlaku selama 50 (lima puluh) tahun
sejak pertama kali diumumkan.
2. Hak Cipta atas perwajahan karya tulis
yang diterbitkan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali
diterbitkan.
3. Hak Cipta atas Ciptaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) Pasal ini serta Pasal 29 ayat (1) yang
dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh)
tahun sejak pertama kali diumumkan.
|
Pasal 31
1. Hak Cipta atas Ciptaan yang dipegang
atau dilaksanakan oleh Negara berdasarkan:
a. Pasal 10 ayat (2) berlaku tanpa batas
waktu;
b. Pasal 11 ayat (1) dan ayat (3) berlaku
selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali diketahui
umum.
|
2. Hak Cipta atas Ciptaan yang
dilaksanakan oleh Penerbit berdasarkan Pasal 11 ayat (2) berlaku selama 50
(lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali diterbitkan.
|
Pasal 32
1. Jangka waktu berlakunya Hak Cipta atas
Ciptaan yang diumumkan bagian demi bagian dihitung mulai tanggal Pengumuman
bagian yang terakhir.
2. Dalam menentukan jangka waktu
berlakunya Hak Cipta atas Ciptaan yang terdiri atas 2 (dua) jilid atau lebih,
demikian pula ikhtisar dan berita yang diumumkan secara berkala dan tidak
bersamaan waktunya, setiap jilid atau ikhtisar dan berita itu masing masing
dianggap sebagai Ciptaan tersendiri.
|
Pasal 33
Jangka waktu perlindungan bagi hak Pencipta sebagaimana dimaksud dalam:
a. Pasal 24 ayat (1) berlaku tanpa batas
waktu;
b. Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3) berlaku
selama berlangsungnya jangka waktu Hak Cipta atas Ciptaan yang bersangkutan,
kecuali untuk pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran Penciptanya.
|
Pasal 34
Tanpa mengurangi hak Pencipta atas jangka waktu perlindungan Hak Cipta
yang dihitung sejak lahirnya suatu Ciptaan, penghitungan jangka waktu
perlindungan bagi Ciptaan yang dilindungi:
a. selama 50 (lima puluh) tahun;
b. selama hidup Pencipta dan terus
berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia,
dimulai sejak 1 Januari untuk tahun berikutnya setelah Ciptaan tersebut
diumumkan, diketahui oleh umum, diterbitkan, atau setelah Pencipta meninggal
dunia.
|
BAB IV
PENDAFTARAN CIPTAAN
Pasal 35
1. Direktorat Jenderal menyelenggarakan
pendaftaran Ciptaan dan dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan.
2. Daftar Umum Ciptaan tersebut dapat
dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.
|
3. Setiap orang dapat memperoleh untuk
dirinya sendiri suatu petikan dari Daftar Umum Ciptaan tersebut dengan
dikenai biaya.
4. Ketentuan tentang pendaftaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta.
|
Pasal 36
Pendaftaran Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan tidak mengandung arti
sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan yang
didaftar.
|
Pasal 37
1. Pendaftaran Ciptaan dalam Daftar Umum
Ciptaan dilakukan atas Permohonan yang diajukan oleh Pencipta atau oleh
Pemegang Hak Cipta atau Kuasa.
2. Permohonan diajukan kepada Direktorat
Jenderal dengan surat rangkap 2 (dua) yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan
disertai contoh Ciptaan atau penggantinya dengan dikenai biaya.
3. Terhadap Permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal akan memberikan keputusan paling
lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya Permohonan secara
lengkap.
4. Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah konsultan yang terdaftar pada Direktorat Jenderal.
5. Ketentuan mengenai syarat syarat dan
tata cara untuk dapat diangkat dan terdaftar sebagai konsultan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
6. Ketentuan lebih lanjut tentang syarat
dan tata cara Permohonan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
|
Pasal 38
Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau suatu badan
hukum yang secara bersama sama berhak atas suatu Ciptaan, Permohonan tersebut
dilampiri salinan resmi akta atau keterangan tertulis yang membuktikan hak
tersebut.
|
Pasal 39
a. Dalam Daftar Umum Ciptaan dimuat,
antara lain:
b. nama Pencipta dan Pemegang Hak Cipta;
c. tanggal penerimaan surat Permohonan;
d. tanggal lengkapnya persyaratan menurut
Pasal 37; dan
e. nomor pendaftaran Ciptaan.
|
Pasal 40
1. Pendaftaran Ciptaan dianggap telah
dilakukan pada saat diterimanya Permohonan oleh Direktorat Jenderal dengan
lengkap menurut Pasal 37, atau pada saat diterimanya Permohonan dengan
lengkap menurut Pasal 37 dan Pasal 38 jika Permohonan diajukan oleh lebih
dari seorang atau satu badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38.
2. Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.
|
Pasal 41
1. Pemindahan hak atas pendaftaran
Ciptaan, yang terdaftar menurut Pasal 39 yang terdaftar dalam satu nomor,
hanya diperkenankan jika seluruh Ciptaan yang terdaftar itu dipindahkan
haknya kepada penerima hak.
2. Pemindahan hak tersebut dicatat dalam
Daftar Umum Ciptaan atas permohonan tertulis dari kedua belah pihak atau dari
penerima hak dengan dikenai biaya.
3. Pencatatan pemindahan hak tersebut
diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.
|
Pasal 42
Dalam hal Ciptaan didaftar menurut Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) serta
Pasal 39, pihak lain yang menurut Pasal 2 berhak atas Hak Cipta dapat
mengajukan gugatan pembatalan melalui Pengadilan Niaga.
|
Pasal 43
1. Perubahan nama dan/atau perubahan
alamat orang atau badan hukum yang namanya tercatat dalam Daftar Umum Ciptaan
sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan
atas permintaan tertulis Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang mempunyai nama
dan alamat itu dengan dikenai biaya.
2. Perubahan nama dan/atau perubahan
alamat tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat
Jenderal.
|
Pasal 44
Kekuatan hukum dari suatu pendaftaran Ciptaan hapus karena:
a. penghapusan atas permohonan orang atau
badan hukum yang namanya tercatat sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;
b. lampau waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31 dengan mengingat Pasal 32;
c. dinyatakan batal oleh putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
|
BAB V
LISENSI
Pasal 45
1. Pemegang Hak Cipta berhak memberikan
Lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian Lisensi untuk
melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
2. Kecuali diperjanjikan lain, lingkup
Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semua perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlangsung selama jangka waktu Lisensi
diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
3. Kecuali diperjanjikan lain,
pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada Pemegang Hak Cipta oleh
penerima Lisensi.
4. Jumlah royalti yang wajib dibayarkan
kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi adalah berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi
profesi.
|
Pasal 46
Kecuali diperjanjikan lain, Pemegang Hak Cipta tetap boleh melaksanakan
sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
|
Pasal 47
1. Perjanjian Lisensi dilarang memuat
ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia
atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Agar dapat mempunyai akibat hukum
terhadap pihak ketiga, perjanjian Lisensi wajib dicatatkan di Direktorat
Jenderal.
3. Direktorat Jenderal wajib menolak
pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai
pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan Presiden.
|
BAB VI
DEWAN HAK CIPTA
Pasal 48
1. Untuk membantu Pemerintah dalam
memberikan penyuluhan dan pembimbingan serta pembinaan Hak Cipta, dibentuk
Dewan Hak Cipta.
|
2. Keanggotaan Dewan Hak Cipta terdiri
atas wakil pemerintah, wakil organisasi profesi, dan anggota masyarakat yang
memiliki kompetensi di bidang Hak Cipta, yang diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden atas usul Menteri.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas,
fungsi, susunan, tata kerja, pembiayaan, masa bakti Dewan Hak Cipta
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
4. Biaya untuk Dewan Hak Cipta
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibebankan kepada anggaran belanja
departemen yang melakukan pembinaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual.
|
BAB VII
HAK TERKAIT
Pasal 49
1. Pelaku memiliki hak eksklusif untuk
memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat,
memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.
2. Produser Rekaman Suara memiliki hak
eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa
persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan karya rekaman suara atau
rekaman bunyi.
3. Lembaga Penyiaran memiliki hak
eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa
persetujuannya membuat, memperbanyak, dan/atau menyiarkan ulang karya
siarannya melalui transmisi dengan atau tanpa kabel, atau melalui sistem
elektromagnetik lain.
|
Pasal 50
1. Jangka waktu perlindungan bagi:
a. Pelaku, berlaku selama 50 (lima puluh)
tahun sejak karya tersebut pertama kali dipertunjukkan atau dimasukkan ke
dalam media audio atau media audiovisual;
b. Produser Rekaman Suara, berlaku selama
50 (lima puluh) tahun sejak karya tersebut selesai direkam;
c. Lembaga Penyiaran, berlaku selama 20
(dua puluh) tahun sejak karya siaran tersebut pertama kali disiarkan.
2. Penghitungan jangka waktu perlindungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak tanggal 1 Januari tahun
berikutnya setelah:
a. karya pertunjukan selesai
dipertunjukkan atau dimasukkan ke dalam media audio atau media audiovisual;
b. karya rekaman suara selesai direkam;
c. karya siaran selesai disiarkan untuk
pertama kali.
|
Pasal 51
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6,
Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 14 huruf b dan huruf c,
Pasal 15, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal
28, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41,
Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, Pasal
52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, Pasal 59,
Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66, Pasal
68, Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76, dan Pasal 77
berlaku mutatis mutandis terhadap Hak Terkait.
|
BAB VIII
PENGELOLAAN HAK CIPTA
Pasal 52
Penyelenggaraan administrasi Hak Cipta sebagaimana diatur dalam
Undang-undang ini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal.
|
Pasal 53
Direktorat Jenderal menyelenggarakan sistem jaringan dokumentasi dan
informasi Hak Cipta yang bersifat nasional, yang mampu menyediakan informasi
tentang Hak Cipta seluas mungkin kepada masyarakat.
|
BAB IX
BIAYA
Pasal 54
1. Untuk setiap pengajuan Permohonan,
permintaan petikan Daftar Umum Ciptaan, pencatatan pengalihan Hak Cipta, pencatatan
perubahan nama dan/atau alamat, pencatatan perjanjian Lisensi, pencatatan
Lisensi wajib, serta lain-lain yang ditentukan dalam Undang- undang ini
dikenai biaya yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan,
jangka waktu, dan tata cara pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Keputusan Presiden.
3. Direktorat Jenderal dengan persetujuan
Menteri dan Menteri Keuangan dapat menggunakan penerimaan yang berasal dari
biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku.
|
BAB X
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 55
Penyerahan Hak Cipta atas seluruh Ciptaan kepada pihak lain tidak
mengurangi hak Pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat yang tanpa
persetujuannya:
a. meniadakan nama Pencipta yang
tercantum pada Ciptaan itu;
b. mencantumkan nama Pencipta pada
Ciptaannya;
c. mengganti atau mengubah judul Ciptaan;
atau
d. mengubah isi Ciptaan.
|
Pasal 56
1. Pemegang Hak Cipta berhak mengajukan
gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Ciptanya dan
meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil Perbanyakan
Ciptaan itu.
2. Pemegang Hak Cipta juga berhak memohon
kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian
penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah,
pertunjukan atau pameran karya, yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta.
3. Sebelum menjatuhkan putusan akhir dan
untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar,
hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan Pengumuman
dan/atau Perbanyakan Ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak
Cipta.
|
Pasal 57
Hak dari Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak
berlaku terhadap Ciptaan yang berada pada pihak yang dengan itikad baik
memperoleh Ciptaan tersebut semata mata untuk keperluan sendiri dan tidak
digunakan untuk suatu kegiatan komersial dan/atau kepentingan yang berkaitan
dengan kegiatan komersial.
|
Pasal 58
Pencipta atau ahli waris suatu Ciptaan dapat mengajukan gugatan ganti
rugi atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
|
Pasal 59
Gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 58 wajib
diputus dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak gugatan
didaftarkan di Pengadilan Niaga yang bersangkutan.
|
Pasal 60
1. Gugatan atas pelanggaran Hak Cipta
diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga.
|
2. Panitera mendaftarkan gugatan tersebut
pada ayat (1) pada tanggal gugatan diajukan dan kepada penggugat diberikan
tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan
tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran.
3. Panitera menyampaikan gugatan kepada
Ketua Pengadilan Niaga paling lama 2 (dua) hari terhitung setelah gugatan
didaftarkan.
4. Dalam jangka waktu paling lama 3
(tiga) hari setelah gugatan didaftarkan, Pengadilan Niaga mempelajari gugatan
dan menetapkan hari sidang.
5. Sidang pemeriksaan atas gugatan
dimulai dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan
didaftarkan.
|
Pasal 61
1. Pemanggilan para pihak dilakukan oleh
juru sita paling lama 7 (tujuh) hari setelah gugatan didaftarkan.
2. Putusan atas gugatan harus diucapkan
paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah gugatan didaftarkan dan dapat
diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari atas persetujuan Ketua Mahkamah
Agung.
3. Putusan atas gugatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang
mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
dan apabila diminta dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun terhadap
putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum .
4. Isi putusan Pengadilan Niaga
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disampaikan oleh juru sita kepada
para pihak paling lama 14 (empat belas) hari setelah putusan atas gugatan
diucapkan.
|
Pasal 62
1. Terhadap putusan Pengadilan Niaga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (4) hanya dapat diajukan kasasi.
2. Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan paling lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal
putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan atau diberitahukan kepada para pihak
dengan mendaftarkan kepada Pengadilan yang telah memutus gugatan tersebut.
3. Panitera mendaftar permohonan kasasi
pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan dan kepada pemohon kasasi
diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh panitera dengan
tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.
|
Pasal 63
1. Pemohon kasasi wajib menyampaikan
memori kasasi kepada panitera dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal
permohonan kasasi didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2).
2. Panitera wajib mengirimkan permohonan
kasasi dan memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pihak
termohon kasasi paling lama 7 (tujuh) hari setelah memori kasasi diterima
oleh panitera .
3. Termohon kasasi dapat mengajukan
kontra memori kasasi kepada panitera paling lama 14 (empat belas) hari
setelah tanggal termohon kasasi menerima memori kasasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan panitera wajib menyampaikan kontra memori kasasi kepada pemohon
kasasi paling lama 7 (tujuh) hari setelah kontra memori kasasi diterima oleh
panitera.
4. Panitera wajib mengirimkan berkas
perkara kasasi yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung paling lama 14 (empat
belas) hari setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
|
Pasal 64
1. Mahkamah Agung wajib mempelajari
berkas perkara kasasi dan menetapkan hari sidang paling lama 7 (tujuh) hari
setelah permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
2. Sidang pemeriksaan atas permohonan
kasasi mulai dilakukan paling lama 60 (enam puluh) hari setelah permohonan
kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
3. Putusan atas permohonan kasasi harus
diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah permohonan kasasi
diterima oleh Mahkamah Agung.
4. Putusan atas permohonan kasasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang memuat secara lengkap pertimbangan
hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang yang
terbuka untuk umum.
5. Panitera Mahkamah Agung wajib
menyampaikan salinan putusan kasasi kepada panitera paling lama 7 (tujuh)
hari setelah putusan atas permohonan kasasi diucapkan.
6. Juru sita wajib menyampaikan salinan
putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada pemohon kasasi dan
termohon kasasi paling lama 7 (tujuh) hari setelah putusan kasasi diterima
oleh panitera.
|
Pasal 65
Selain penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dan
Pasal 56, para pihak dapat menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase
atau alternatif penyelesaian sengketa.
|
Pasal 66
Hak untuk mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal
56, dan Pasal 65 tidak mengurangi hak Negara untuk melakukan tuntutan pidana
terhadap pelanggaran Hak Cipta.
|
BAB XI
PENETAPAN SEMENTARA PENGADILAN
Pasal 67
Atas permintaan pihak yang merasa dirugikan, Pengadilan Niaga dapat
menerbitkan surat penetapan dengan segera dan efektif untuk:
a. mencegah berlanjutnya pelanggaran Hak
Cipta, khususnya mencegah masuknya barang yang diduga melanggar Hak Cipta
atau Hak Terkait ke dalam jalur perdagangan, termasuk tindakan importasi;
b. menyimpan bukti yang berkaitan dengan
pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait tersebut guna menghindari terjadinya
penghilangan barang bukti;
c. meminta kepada pihak yang merasa
dirugikan, untuk memberikan bukti yang menyatakan bahwa pihak tersebut memang
berhak atas Hak Cipta atau Hak Terkait, dan hak Pemohon tersebut memang
sedang dilanggar.
|
Pasal 68
Dalam hal penetapan sementara pengadilan tersebut telah dilakukan, para
pihak harus segera diberitahukan mengenai hal itu, termasuk hak untuk
didengar bagi pihak yang dikenai penetapan sementara tersebut.
|
Pasal 69
1. Dalam hal hakim Pengadilan Niaga telah
menerbitkan penetapan sementara pengadilan, hakim Pengadilan Niaga harus
memutuskan apakah mengubah, membatalkan, atau menguatkan penetapan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf a dan huruf b dalam waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari sejak dikeluarkannya penetapan sementara pengadilan
tersebut.
2. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari hakim tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), penetapan sementara pengadilan tidak mempunyai kekuatan hukum.
|
Pasal 70
Dalam hal penetapan sementara dibatalkan, pihak yang merasa dirugikan
dapat menuntut ganti rugi kepada pihak yang meminta penetapan sementara atas
segala kerugian yang ditimbulkan oleh penetapan sementara tersebut.
|
BAB XII
PENYIDIKAN
Pasal 71
1. Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan Hak
Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai Penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Hak Cipta.
2. Penyidik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran
laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta;
b. melakukan pemeriksaan terhadap pihak atau
badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Hak Cipta;
c. meminta keterangan dari pihak atau
badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan,
pencatatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak
Cipta;
e. melakukan pemeriksaan di tempat
tertentu yang diduga terdapat barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen
lain;
f. melakukan penyitaan bersama-sama
dengan pihak Kepolisian terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang
dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Hak Cipta;
dan
g. meminta bantuan ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Hak Cipta.
3. Penyidik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil
penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana.
|
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 72
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa
hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau
Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing
paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00
(satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan,
memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang
hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dipidana
|
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
|
3. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa
hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program
Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
4. Barangsiapa dengan sengaja melanggar
Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
5. Barangsiapa dengan sengaja melanggar
Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah).
6. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa
hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus
lima puluh juta rupiah).
7. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa
hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah).
8. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa
hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah).
9. Barangsiapa dengan sengaja melanggar
Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
|
Pasal 73
1. Ciptaan atau barang yang merupakan
hasil tindak pidana Hak Cipta atau Hak Terkait serta alat alat yang digunakan
untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh Negara untuk
dimusnahkan.
2. Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) di bidang seni dan bersifat unik, dapat dipertimbangkan untuk tidak
dimusnahkan.
|
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 74
Dengan berlakunya Undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan
di bidang Hak Cipta yang telah ada pada tanggal berlakunya Undang undang ini,
tetap berlaku selama tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru
berdasarkan Undang undang ini.
|
Pasal 75
Terhadap Surat Pendaftaran Ciptaan yang telah dikeluarkan oleh Direktorat
Jenderal berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir
diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, masih berlaku pada saat
diundangkannya Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku untuk selama sisa
jangka waktu perlindungannya.
|
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 76
Undang-undang ini berlaku terhadap:
a. semua Ciptaan warga negara, penduduk,
dan badan hukum Indonesia;
b. semua Ciptaan bukan warga negara
Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia yang
diumumkan untuk pertama kali di Indonesia;
c. semua Ciptaan bukan warga negara
Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia, dengan
ketentuan:
i.
negaranya mempunyai perjanjian bilateral mengenai perlindungan Hak Cipta
dengan Negara Republik Indonesia; atau
ii.
negaranya dan Negara Republik Indonesia merupakan pihak atau peserta
dalam perjanjian multilateral yang sama mengenai perlindungan Hak Cipta.
|
Pasal 77
Dengan berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982
tentang Hak Cipta sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987
dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 dinyatakan tidak
berlaku.
|
Pasal 78
Undang undang ini mulai berlaku 12 (dua belas) bulan sejak tanggal
diundangkan.
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 29 Juli 2002 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, |
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Juli 2002 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd
BAMBANG KESOWO
|
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 85
Salinan
sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT
KABINET RI
Kepala Biro Peraturan Perundang undangan II, ttd Edy Sudibyo |
BAGAN ALUR PEMBUATAN HAK MEREK
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2001
TENTANG HAK MEREK
NOMOR 15 TAHUN 2001
TENTANG HAK MEREK
Menimbang
:
a.
bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing
dalam lingkup perdagangan nasional dan internasional perlu diciptakan iklim
yang mendorong kreasi dan inovasi masyarakat di bidang Desain Industri sebagai
bagian dari sistem Hak Kekayaan Intelektual;
b.
bahwa hal tersebut di atas didorong pula oleh
kekayaan budaya dan etnis bangsa Indonesia yang sangat beraneka ragam merupakan
sumber bagi pengembangan Desain Industri;
c.
bahwa Indonesia telah meratifikasi Agreement
Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia) yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri;
d.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, b, dan c perlu dibentuk Undang-undang tentang Desain
Industri.;
Mengingat
:
1.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3274);
3.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the
World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan
Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564).
Dengan
Persetujuan
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan
: UNDANG-UNDANG TENTANG DESAIN INDUSTRI.
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal1
Dalam
Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1.
Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi
garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang
berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat
diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk
menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
2.
Pendesain adalah seorang atau beberapa orang yang menghasilkan Desain Industri.
3.
Permohonan adalah permintaan pendaftaran Desain Industri yang diajukan kepada
Direktorat Jenderal.
4.
Pemohon adalah pihak yang mengajukan Permohonan.
5.
Hak Desain Industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara Republik
Indonesia kepada Pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu
melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakan hak tersebut.
6.
Menteri adalah Menteri yang membawahkan departemen yang salah satu lingkup
tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk
Desain Industri.
7.
Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang
berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.
8.
Kuasa adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana diatur dalam
Undang- undang ini.
9.
Tanggal Penerimaan adalah tanggal penerimaan Permohonan yang telah memenuhi
persyaratan administratif.
10.
Konsultan Hak Kekayaan Intelektual adalah orang yang memiliki keahlian di
bidang Hak Kekayaan Intelektual dan secara khusus memberikan jasa di bidang
pengajuan dan pengurusan permohonan Paten, Merek, Desain Industri serta
bidang-bidang Hak Kekayaan Intelektual lainnya dan terdaftar sebagai Konsultan
Hak Kekayaan Intelektual di Direktorat Jenderal.
11.
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang Hak Desain Industri kepada
pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan
pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu Desain Industri yang
diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu.
12.
Hak Prioritas adalah hak Pemohon untuk mengajukan Permohonan yang berasal dari
negara yang tergabung dalam Konvensi Paris untuk memperoleh pengakuan bahwa
Tanggal Penerimaan yang diajukannya ke negara tujuan, yang juga anggota
Konvensi Paris atau Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia,
memiliki tanggal yang sama dengan Tanggal Penerimaan yang diajukan di negara
asal selama kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan Konvensi Paris.
13.
Hari adalah hari kerja.
BAB
II
LINGKUP
DESAIN INDUSTRI
Bagian
Pertama Desain Industri yang Mendapat Perlindungan
Pasal 2
(1)
Hak Desain Industri diberikan untuk Desain Industri yang baru.
(2)
Desain Industri dianggap baru apabila pada Tanggal Penerimaan, Desain Industri
tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya.
(3)
Pengungkapan sebelumnya, sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah
pengungkapan Desain Industri yang sebelum :
a.
tanggal penerimaan; atau
b.
tanggal prioritas apabila Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas;
c.
telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau di luar Indonesia.
Pasal 3
Suatu
Desain Industri tidak dianggap telah diumumkan apabila dalam jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan sebelum Tanggal Penerimaannya, Desain Industri
tersebut :
a.
telah dipertunjukkan dalam suatu pameran nasional ataupun internasional di
Indonesia atau di luar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi; atau
b.
telah digunakan di Indonesia oleh Pendesain dalam rangka percobaan dengan
tujuan pendidikan, penelitian, atau pengembangan.
Bagian
Kedua Desain Industri yang Tidak Mendapat Perlindungan
Pasal 4
Hak
Desain Industri tidak dapat diberikan apabila Desain Industri tersebut
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum,
agama, atau kesusilaan.
Bagian
Ketiga Jangka Waktu Perlindungan Desain Industri
Pasal5
(1)
Perlindungan terhadap Hak Desain Industri diberikan untuk jangka waktu 10
(sepuluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan.
(2)
Tanggal mulai berlakunya jangka waktu perlindungan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dicatat dalam Daftar Umum Desain Industri dan diumumkan dalam Berita
Resmi Desain Industri.
Bagian
Keempat Subjek Desain Industri
Pasal6
(1)
Yang berhak memperoleh Hak Desain Industri adalah Pendesain atau yang menerima
hak tersebut dari Pendesain.
(2)
Dalam hal Pendesain terdiri atas beberapa orang secara bersama, Hak Desain
Industri diberikan kepada mereka secara bersama, kecuali jika diperjanjikan lain.
Pasal7
(1)
Jika suatu Desain Industri dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam
lingkungan pekerjaannya, pemegang Hak Desain Industri adalah pihak yang untuk
dan/atau dalam dinasnya Desain Industri itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian
lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak Pendesain apabila
penggunaan Desain Industri itu diperluas sampai ke luar hubungan dinas.
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Desain Industri
yang dibuat orang lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas.
(3)
Jika suatu Desain Industri dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan
pesanan, orang yang membuat Desain Industri itu dianggap sebagai Pendesain dan
Pemegang Hak Desain Industri, kecuali jika diperjanjikan lain antara kedua
pihak.
Pasal8
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapus hak
Pendesain untuk tetap dicantumkan namanya dalam Sertifikat Desain Industri,
Daftar Umum Desain Industri, dan Berita Resmi Desain Industri.
Bagian
Kelima Lingkup Hak
Pasal9
Pemegang
Hak Desain Industri memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Hak Desain
Industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa
persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau
mengedarkan barang yang diberi Hak Desain Industri.
Dikecualikan
dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pemakaian Desain
Industri untuk kepentingan penelitian dan pendidikan sepanjang tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari pemegang hak Desain Industri.
BAB
III
PERMOHONAN
PENDAFTARAN DESAIN INDUSTRI
Bagian
Pertama
Umum
Pasal10
Hak
Desain Industri diberikan atas dasar Permohonan.
Pasal11
(1)
Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia ke Direktorat
Jenderal dengan membayar biaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
(2)
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani oleh Pemohon atau
Kuasanya.
(3)
Permohonan harus memuat :
a.
tanggal, bulan, dan tahun surat Permohonan;
b.
nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Pendesain;
c.
nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Pemohon;
d.
nama dan alamat lengkap Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa; dan
e.
nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali, dalam hal
Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.
(4)
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilampiri dengan :
a.
contoh fisik atau gambar atau foto dan uraian dari Desain Industri yang
dimohonkan pendaftarannya;
b.
surat kuasa khusus, dalam hal Permohonan diajukan melalui Kuasa;
c.
surat pernyataan bahwa Desain Industri yang dimohonkan pendaftarannya adalah
milik Pemohon atau milik Pendesain.
(5)
Dalam hal Permohonan diajukan secara bersama-sama oleh lebih dari satu Pemohon,
Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu Pemohon dengan melampirkan
persetujuan tertulis dari para Pemohon lain.
(6)
Dalam hal Permohonan diajukan oleh bukan Pendesain, Permohonan harus disertai
pernyataan yang dilengkapi dengan bukti yang cukup bahwa Pemohon berhak atas
Desain Industri yang bersangkutan.
(7)
Ketentuan tentang tata cara Permohonan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal12
Pihak
yang untuk pertama kali mengajukan Permohonan dianggap sebagai pemegang Hak
Desain Industri, kecuali jika terbukti sebaliknya.
Pasal13
Setiap
Permohonan hanya dapat diajukan untuk: a. satu Desain Industri, atau
b.
beberapa Desain Industri yang merupakan satu kesatuan Desain Industri atau yang
memiliki kelas yang sama.
Pasal14
(1)
Pemohon yang bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia harus
mengajukan Permohonan melalui Kuasa.
(2)
Pemohon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus menyatakan dan memilih
domisili hukumnya di Indonesia.
Pasal15
Ketentuan
mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak Kekayaan
Intelektual diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara
pengangkatannya diatur dengan Keputusan Presiden.
Bagian
Kedua Permohonan dengan Hak Prioritas
Pasal16
(1)
Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas harus diajukan dalam waktu paling
lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan yang pertama
kali diterima di negara lain yang merupakan anggota Konvensi Paris atau anggota
Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia.
(2)
Permohonan dengan Hak Prioritas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
dilengkapi dengan dokumen prioritas yang disahkan oleh kantor yang
menyelenggarakan pendaftaran Desain Industri disertai terjemahannya dalam
bahasa Indonesia dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung setelah
berakhirnya jangka waktu pengajuan Permohonan dengan Hak Prioritas.
(3)
Apabila syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi,
Permohonan tersebut dianggap diajukan tanpa menggunakan Hak Prioritas.
Pasal17
Selain
salinan surat Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2),
Direktorat Jenderal dapat meminta agar Permohonan dengan menggunakan Hak
Prioritas dilengkapi pula dengan :
a.
salinan lengkap Hak Desain Industri yang telah diberikan sehubungan dengan
pendaftaran yang pertama kali diajukan di negara lain; dan
b.
salinan sah dokumen lain yang diperlukan untuk mempermudah penilaian bahwa
Desain Industri tersebut adalah baru.
Bagian
Ketiga Waktu Penerimaan Permohonan
Pasal18
Tanggal
Penerimaan adalah tanggal diterimanya Permohonan dengan syarat Pemohon telah:
a.
mengisi formulir Permohonan;
b.
melampirkan contoh fisik atau gambar atau foto dan uraian dari Desain Industri
yang dimohonkan pendaftarannya; dan
c.
membayar biaya Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).
Pasal19
(1)
Apabila ternyata terdapat kekurangan dalam pemenuhan syarat-syarat dan
kelengkapan Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 13, Pasal 14,
Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17, Direktorat Jenderal memberitahukan kepada
Pemohon atau Kuasanya agar kekurangan tersebut dipenuhi dalam waktu 3 (tiga)
bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan kekurangan
tersebut.
(2)
Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang untuk
paling lama 1 (satu) bulan atas permintaan Pemohon.
Pasal 20
(1)
Apabila kekurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) tidak dipenuhi,
Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya
bahwa Permohonannya dianggap ditarik kembali.
(2)
Dalam hal Permohonan dianggap ditarik kembali sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), segala biaya yang telah dibayarkan kepada Direktorat Jenderal tidak dapat
ditarik kembali.
Bagian
Keempat Penarikan Kembali Permohonan
Pasal 21
Permintaan
penarikan kembali Permohonan dapat diajukan secara tertulis kepada Direktorat
Jenderal oleh Pemohon atau Kuasanya selama Permohonan tersebut belum mendapat
keputusan.
Bagian
Kelima Kewajiban Menjaga Kerahasiaan
Pasal 22
Selama
masih terikat dinas aktif hingga selama 12 (dua belas) bulan sesudah pensiun
atau berhenti karena sebab apa pun dari Direktorat Jenderal, pegawai Direktorat
Jenderal atau orang yang karena tugasnya bekerja untuk dan/atau atas nama
Direktorat Jenderal dilarang mengajukan Permohonan, memperoleh, memegang, atau
memiliki hak yang berkaitan dengan Desain Industri, kecuali jika pemilikan
tersebut diperoleh karena pewarisan.
Pasal 23
Terhitung
sejak Tanggal Penerimaan, seluruh pegawai Direktorat Jenderal atau orang yang
karena tugasnya bekerja untuk dan/atau atas nama Direktorat Jenderal
berkewajiban menjaga kerahasiaan Permohonan sampai dengan diumumkannya
Permohonan yang bersangkutan.
PEMERIKSAAN
DESAIN INDUSTRI
Bagian
Pertama Pemeriksaan Administratif
Pasal24
(1)
Direktorat Jenderal melakukan pemeriksaan terhadap Permohonan sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Direktorat Jenderal memberitahukan keputusan penolakan Permohonan kepada
Pemohon apabila Desain Industri tersebut masuk dalam kriteria sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 atau memberitahukan anggapan ditarik kembali
Permohonannya karena tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
20.
(3)
Pemohon atau Kuasanya diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atas
keputusan penolakan atau anggapan penarikan kembali sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
diterimanya surat penolakan atau pemberitahuan penarikan kembali tersebut.
(4)
Dalam hal Pemohon tidak mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3), keputusan penolakan atau penarikan kembali oleh Direktorat Jenderal
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bersifat tetap.
(5)
Terhadap keputusan penolakan atau penarikan kembali oleh Direktorat Jenderal,
Pemohon atau Kuasanya dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Niaga dengan
tata cara sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
Bagian
Kedua Pengumuman, Pemeriksaan Substantif, Pemberian, dan Penolakan
Pasal 25
(1)
Permohonan yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
dan Pasal 11 diumumkan oleh Direktorat Jenderal dengan cara menempatkannya pada
sarana yang khusus untuk itu yang dapat dengan mudah serta jelas dilihat oleh
masyarakat, paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan.
(2)
Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat:
a.
nama dan alamat lengkap Pemohon;
b.
nama dan alamat lengkap Kuasa dalam hal Permohonan diajukan
c.
tanggal dan nomor penerimaan Permohonan;
d.
nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama Permohonan diajukan
dengan menggunakan Hak Prioritas;
e.
judul Desain Industri; dan
f.
gambar atau foto Desain Industri.
melalui
Kuasa; kali apabila
(3)
Dalam hal Permohonan ditolak atau dianggap ditarik kembali, tetapi kemudian
didaftarkan atas putusan pengadilan, pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2) dilakukan setelah Direktorat Jenderal menerima salinan putusan
tersebut.
(4)
Pada saat pengajuan Permohonan, Pemohon dapat meminta secara tertulis agar
pengumuman Permohonan ditunda.
(5)
Penundaan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak boleh melebihi
waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan atau terhitung
sejak tanggal prioritas.
Pasal26
(1)
Sejak tanggal dimulainya pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat
(1), setiap pihak dapat mengajukan keberatan tertulis yang mencakup hal-hal
yang bersifat substantif kepada Direktorat Jenderal dengan membayar biaya
sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
(2)
Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus sudah diterima
oleh Direktorat Jenderal paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal
dimulainya pengumuman.
(3)
Keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberitahukan oleh Direktorat
Jenderal kepada Pemohon.
(4) Pemohon
dapat menyampaikan sanggahan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman pemberitahuan
oleh Direktorat Jenderal.
(5)
Dalam hal adanya keberatan terhadap Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), dilakukan pemeriksaan substantif oleh Pemeriksa.
(6)
Direktorat Jenderal menggunakan keberatan dan sanggahan yang diajukan sebagai
bahan pertimbangan dalam pemeriksaan untuk memutuskan diterima atau ditolaknya
Permohonan.
(7)
Direktorat Jenderal berkewajiban memberikan keputusan untuk menyetujui atau
menolak keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam waktu paling lama 6
(enam) bulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pengumuman sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2).
(8)
Keputusan Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) diberitahukan
secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya paling lama 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal dikeluarkannya keputusan tersebut.
Pasal27
(1)
Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) adalah pejabat pada
Direktorat Jenderal yang berkedudukan sebagai pejabat fungsional, yang diangkat
dan diberhentikan dengan Keputusan Menteri.
(2)
Kepada Pemeriksa diberikan jenjang dan tunjangan fungsional sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal28
(1)
Pemohon yang Permohonannya ditolak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga
dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman
pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (8) dengan tata cara
sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
(2)
Terhadap Permohonan yang ditolak berdasarkan Pasal 2 atau Pasal 4, Pemohon
dapat mengajukan secara tertulis keberatan beserta alasannya kepada Direktorat
Jenderal.
(3)
Dalam hal Direktorat Jenderal berpendapat bahwa Permohonan tidak sesuai dengan
ketentuan Pasal 4, Pemohon dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan
penolakan Direktorat Jenderal kepada Pengadilan Niaga dengan tata cara
sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
Pasal 29
(1)
Dalam hal tidak terdapat keberatan terhadap Permohonan hingga berakhirnya
jangka waktu pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2),
Direktorat Jenderal menerbitkan dan memberikan Sertifikat Desain Industri
paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berakhirnya jangka
waktu tersebut.
(2)
Sertifikat Desain Industri mulai berlaku terhitung sejak Tanggal Penerimaan.
Pasal30
(1)
Pihak yang memerlukan salinan Sertifikat Desain Industri dapat memintanya
kepada Direktorat Jenderal dengan membayar biaya sebagaimana diatur dalam
Undang-undang ini.
(2)
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pemberian salinan Desain Industri
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
BAB
V
PENGALIHAN
HAK DAN LISENSI
Bagian
Pertama Pengalihan Hak
Pasal 31
(1)
Hak Desain Industri dapat beralih atau dialihkan dengan :
a.
pewarisan;
b.
hibah;
c.
wasiat;
d.
perjanjian tertulis; atau
e.
sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
(2)
Pengalihan Hak Desain Industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai
dengan dokumen tentang pengalihan hak.
(3)
Segala bentuk pengalihan Hak Desain Industri sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) wajib dicatat dalam Daftar Umum Desain Industri pada Direktorat Jenderal
dengan membayar biaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
(4)
Pengalihan Hak Desain Industri yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Desain
Industri tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.
(5)
Pengalihan Hak Desain Industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diumumkan dalam
Berita Resmi Desain Industri.
Pasal 32
Pengalihan
Hak Desain Industri tidak menghilangkan hak Pendesain untuk tetap dicantumkan
nama dan identitasnya, baik dalam Sertifikat Desain Industri, Berita Resmi
Desain Industri, maupun dalam Daftar Umum Desain Industri.
Bagian
Kedua Lisensi
Pasal 33
Pemegang
Hak Desain Industri berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan
perjanjian Lisensi untuk melaksanakan semua perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9, kecuali jika diperjanjikan lain.
Pasal 34
Dengan
tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, pemegang Hak
Desain Industri tetap dapat melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada
pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
kecuali jika diperjanjikan lain.
Pasal 35
(1)
Perjanjian Lisensi wajib dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Industri pada
Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang
ini.
(2)
Perjanjian Lisensi yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Industri
tidak berlaku terhadap pihak ketiga.
(3)
Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diumumkan dalam Berita
Resmi Desain Industri.
Pasal 36
(1)
Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang
merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Direktorat Jenderal wajib menolak pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3)
Ketentuan mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan
Presiden.
PEMBATALAN
PENDAFTARAN DESAIN INDUSTRI
Bagian
Pertama Pembatalan Pendaftaran Berdasarkan Permintaan Pemegang Hak Desain Industri
Pasal 37
(1)
Desain Industri terdaftar dapat dibatalkan oleh Direktorat Jenderal atas
permintaan tertulis yang diajukan oleh pemegang Hak Desain Industri.
(2)
Pembatalan Hak Desain Industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat
dilakukan apabila penerima Lisensi Hak Desain Industri yang tercatat dalam
Daftar Umum Desain Industri tidak memberikan persetujuan secara tertulis, yang
dilampirkan pada permohonan pembatalan pendaftaran tersebut.
(3)
Keputusan pembatalan Hak Desain Industri diberitahukan secara tertulis oleh
Direktorat Jenderal kepada:
a.
pemegang Hak Desain Industri;
b.
penerima Lisensi jika telah dilisensikan sesuai dengan catatan dalam Daftar
Umum Desain Industri;
c.
pihak yang mengajukan pembatalan dengan menyebutkan bahwa Hak Desain Industri
yang telah diberikan dinyatakan tidak berlaku lagi terhitung sejak tanggal
keputusan pembatalan.
(4)
Keputusan pembatalan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicatatkan
dalam Daftar Umum Desain Industri dan diumumkan dalam Berita Resmi Desain
Industri.
Bagian
Kedua Pembatalan Pendaftaran Berdasarkan Gugatan
Pasal 38
(1)
Gugatan pembatalan pendaftaran Desain Industri dapat diajukan oleh pihak yang
berkepentingan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 atau Pasal 4
kepada Pengadilan Niaga.
(2)
Putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tentang pembatalan
pendaftaran Hak Desain Industri disampaikan kepada Direktorat Jenderal paling
lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal putusan diucapkan.
Bagian
Ketiga Tata Cara Gugatan
Pasal 39
(1)
Gugatan pembatalan pendaftaran Desain Industri diajukan kepada Ketua Pengadilan
Niaga dalam wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat.
(2)
Dalam hal tergugat bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia, gugatan tersebut
diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
(3)
Panitera mendaftarkan gugatan pembatalan pada tanggal gugatan yang bersangkutan
diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang
ditandatangani panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran
gugatan.
(4)
Panitera menyampaikan gugatan pembatalan kepada Ketua Pengadilan Niaga dalam
jangka waktu paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan.
(5)
Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal gugatan
pembatalan didaftarkan, Pengadilan Niaga mempelajari gugatan dan menetapkan
hari sidang.
(6)
Sidang pemeriksaan atas gugatan pembatalan diselenggarakan dalam jangka waktu
paling lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan didaftarkan.
(7) Pemanggilan
para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 7 (tujuh) hari setelah gugatan
pembatalan didaftarkan.
(8)
Putusan atas gugatan pembatalan harus diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh)
hari setelah gugatan didaftarkan dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga
puluh) hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
(9)
Putusan atas gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) yang memuat
secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dijalankan terlebih dahulu,
meskipun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum.
(10)
Salinan putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) wajib
disampaikan oleh juru sita kepada para pihak paling lama 14 (empat belas) hari
setelah putusan atas gugatan pembatalan diucapkan.
Pasal 40
Terhadap
putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) hanya
dapat dimohonkan kasasi.
Pasal 41
(1)
Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 diajukan paling lama 14
(empat belas) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan
atau diberitahukan kepada para pihak dengan mendaftarkan kepada panitera yang
telah memutus gugatan tersebut.
(2)
Panitera mendaftar permohonan kasasi pada tanggal permohonan yang bersangkutan
diajukan dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani
oleh panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.
(3)
Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi kepada panitera dalam waktu 14
(empat belas) hari sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
(4)
Panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi dan memori kasasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) kepada pihak termohon kasasi paling lama 2 (dua) hari
setelah permohonan kasasi didaftarkan.
(5)
Termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi kepada panitera paling
lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal termohon kasasi menerima memori kasasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dan panitera wajib menyampaikan kontra
memori kasasi kepada pemohon kasasi paling lama 2 (dua) hari setelah kontra
memori kasasi diterimanya.
(6)
Panitera wajib menyampaikan permohonan kasasi, memori kasasi dan/atau kontra
memori kasasi beserta berkas perkara yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung
paling lama 7 (tujuh) hari setelah lewatnya jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (5).
(7)
Mahkamah Agung wajib mempelajari berkas permohonan kasasi dan menetapkan hari
sidang paling lama 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh
Mahkamah Agung.
(8)
Sidang pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan paling lama 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
(9)
Putusan atas permohonan kasasi harus diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh)
hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
(10)
Putusan atas permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) yang memuat
secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus
diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
(11)
Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan salinan putusan kasasi kepada
panitera paling lama 3 (tiga) hari setelah tanggal putusan atas permohonan
kasasi diucapkan.
(12)
Juru sita wajib menyampaikan salinan putusan kasasi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (11) kepada pemohon kasasi dan termohon kasasi paling lama 2 (dua) hari
setelah putusan kasasi diterima.
Pasal 42
Direktorat
Jenderal mencatat putusan atas gugatan pembatalan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap dalam Daftar Umum Desain Industri dan mengumumkannya dalam
Berita Resmi Desain Industri.
Bagian
Keempat Akibat Pembatalan Pendaftaran
Pasal 43
Pembatalan
pendaftaran Desain Industri menghapuskan segala akibat hukum yang berkaitan dengan
Hak Desain Industri dan hak-hak lain yang berasal dari Desain Industri
tersebut.
Pasal 44
(1)
Dalam hal pendaftaran Desain Industri dibatalkan berdasarkan gugatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, penerima Lisensi tetap berhak melaksanakan
Lisensinya sampai dengan berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam
perjanjian Lisensi.
(2)
Penerima Lisensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak lagi wajib
meneruskan pembayaran royalti yang seharusnya masih wajib dilakukannya kepada
pemegang Hak Desain Industri yang haknya dibatalkan, tetapi wajib mengalihkan
pembayaran royalti untuk sisa jangka waktu Lisensi yang dimilikinya kepada
pemegang Hak Desain Industri yang sebenarnya.
BAB
VII
BIAYA
Pasal 45
(1)
Untuk setiap pengajuan Permohonan, pengajuan keberatan atas Permohonan,
permintaan petikan Daftar Umum Desain Industri, permintaan dokumen prioritas
Desain Industri, permintaan salinan Sertifikat Desain Industri, pencatatan
pengalihan hak, pencatatan surat perjanjian Lisensi, serta permintaan lain yang
ditentukan dalam Undang-undang ini dikenai biaya yang jumlahnya ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, jangka waktu, dan tata cara
pembayaran biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden.
(3)
Direktorat Jenderal dengan persetujuan Menteri Keuangan dapat mengelola sendiri
biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB
VIII PENYELESAIAN SENGKETA Pasal 46
(1)
Pemegang Hak Desain Industri atau penerima Lisensi dapat menggugat siapa pun
yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9, berupa :
a.
gugatan ganti rugi; dan/atau
b.
penghentian semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2)
Gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan ke Pengadilan Niaga.
Pasal 47
Selain
penyelesaian gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 para pihak dapat
menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian
sengketa.
Pasal 48
Tata
cara gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 39 dan 41 berlaku secara mutatis
mutandis terhadap gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 24, Pasal 28, dan
Pasal 46.
PENETAPAN
SEMENTARA PENGADILAN Pasal 49
Berdasarkan
bukti yang cukup, pihak yang haknya dirugikan dapat meminta hakim Pengadilan
Niaga untuk menerbitkan surat penetapan sementara tentang:
a.
pencegahan masuknya produk yang berkaitan dengan pelanggaran Hak Desain
Industri;
b.
penyimpanan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran Hak Desain Industri.
Pasal 50
Dalam
hal surat penetapan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 telah
dilaksanakan, Pengadilan Niaga segera memberitahukan kepada pihak yang dikenai
tindakan dan memberikan kesempatan kepada pihak tersebut untuk didengar
keterangannya.
Pasal 51
Dalam
hal hakim Pengadilan Niaga telah menerbitkan surat penetapan sementara, hakim
Pengadilan Niaga yang memeriksa sengketa tersebut harus memutuskan untuk
mengubah, membatalkan, atau menguatkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak dikeluarkannya
surat penetapan sementara pengadilan tersebut.
Pasal 52
Dalam
hal penetapan sementara Pengadilan Niaga dibatalkan, pihak yang merasa
dirugikan dapat menuntut ganti rugi kepada pihak yang meminta penetapan
sementara pengadilan atas segala kerugian yang ditimbulkan oleh penetapan
sementara pengadilan tersebut.
BAB
X
PENYIDIKAN
Pasal 53
(1)
Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Penyidik Pejabat
Pegawai Negeri Sipil di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya meliputi Hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Desain
Industri.
(2)
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang :
a.
melakukan pemeriksaan atas kebenaran pengaduan atau keterangan berkenaan dengan
tindak pidana di bidang Desain Industri;
b.
melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang diduga telah melakukan tindak pidana
di bidang Desain Industri;
c.
meminta keterangan dan bahan bukti dari para pihak sehubungan dengan peristiwa
tindak pidana di bidang Desain Industri;
d.
melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana di bidang Desain Industri;
e.
melakukan pemeriksaan ditempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti
pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain;
f.
melakukan penyitaan terhadap bahan dan/atau barang hasil pelanggaran yang dapat
dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Desain Industri; dan/atau
g.
meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di
bidang Desain Industri.
(3)
Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam
tugasnya memberitahukan dimulainya penyidikan dan melaporkan hasil
penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(4)
Dalam hal penyidikan sudah selesai, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyampaikan hasil penyidikannya kepada
Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dengan
mengingat ketentuan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana.
BAB
XI
KETENTUAN
PIDANA
Pasal54
(1)
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2)
Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8, Pasal 23 atau Pasal 32 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta
rupiah).
(3)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) merupakan delik
aduan.
BAB
XII
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 55
(1)
Pendesain yang telah mengumumkan Desain Industri dalam waktu 6 (enam) bulan
sebelum Undang-undang ini mulai diberlakukan dapat mengajukan Permohonan
berdasarkan Undang- undang ini.
(2)
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan dalam waktu
paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal mulai berlakunya Undang-undang ini.
BAB
XIII
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 56
Dengan
berlakunya Undang-undang ini, ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor
22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274) dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 57
Undang-undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ABDURRAHMAN
WAHID
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 Desember 2000
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
DJOHAN EFFENDI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 243
Source :